Ditulis oleh:
Melky Pantur***),
Ruteng.
Senin (10/9/2018).
Ini yang disebut sebagai ala re'a. Tampak seorang Ibu tengah membersihkan duri dari daun pandan.
Apa itu rojok? Bahan-bahan yang disiapkan sebelum rojok. Apakah rojok merupakan hobi? Rojok sebagai bagian dari kerajinan tangan! Rojok relasinya dengan terciptanya jepek renceng.
Rea dan Woli Sumber Ekonomi Kreatif Keluarga di Manggarai.
Aktivitas ekonomi masyarakat Manggarai khususnya kaum ibu adalah menganyam tikar (rojok loce). Tikar dengan bahan dasar daun pandan dibuat melalui proses yang panjang. Proses pertama yang harus dilakukan adalah ala re'a (mengambil helai daun pandan dengan menggunakan pisau dapur).
Ala re'a tidak nyaris sama dengan ala ala lainnya. Kata ala dalam bahasa Manggarai memiliki empat arti yang berbeda. Ala bisa diartikan sebagai membunuh, mengambil atau mengangkut sesuatu, memotong benda berupa tetumbuhan, atau mencari sesuatu lalu diambil dan diangkut.
Ala rea artinya memotong helai daun pandan dari batangnya untuk dijadikan tikar. Ala ata (ata, artinya orang, manusia) hanya berlaku pada saat membunuh orang, misalnya terjadi pada saat perang tanding atau perkelahiran yang menimbulkan pertumpahan darah pada situasi atau peristiwa tertentu sehingga dikenal ole manga ala atan keraeng hitu ---aduh, orang itu pernah membunuh orang. Entah dengan membunuh dengan cara dipenggal atau lain sebagainya).
Sedangkan, ala yang lainnya dalam bahasa Kolang, artinya mengambil atau mengangkut sesuatu. Misalnya, ala hanko hili pu muku (mengambil towa di bawah batang pohon pisang), ala haju le poco (mengambil kayu atau mencari kayu di hutan).
Mengenai ala re'a (memotong helai daun pandan) bagi kaum perempuan di Manggarai adalah sebuah pekerjaan karena selain untuk kebutuhan menggantikan seprei, badcover di rumah juga banyak digunakan pada saat acara-acara adat, seperti penti (syukuran panen), congka lokap (syukuran pembangunan rumah adat, acara saat memasuki ritus perkawinan terutama wagal (acara puncak perkawainan) termasuk pada saat acara hambor (damai) di rumah adat ketika terjadi silang pendapat di dalam sebuah kampung adat.
Selain keperluan di atas, rea bahkan menjadi penunjang lain untuk ekonomi keluarga karena saat menjadi bahan jadi, rea yang menjadi tikar dapat dijual bebas dengan harga 50.000-250.000 rupiah per helai tikar sesuai dengan besar dan jenis coraknya. Rea yang sudah jadi tersebut bisa dianyam untuk tange mese (tange artinya bantal, mese artinya besar-red). Tange mese tersebut lazim digunakan pada saat acara adat besar sebagai pengganti meja karena saat upacara adat setiap individu yang ikut harus duduk bersila dan menaruh sirih pinangatau rokok di atas tange mese tersebut.
Proses pembuatan tikar memang terhitung rumit dan panjang. Sobina Sidung salah seorang perempuan di Manggarai yang ahli dalam menganyam tikar, pernah menjelaskan bahwa penganyaman tikar mulai dari proses ala (memotong dengan pisau dapur).
Usai di-ala, re'a tersebut kemudian di-jojo (dikeluarkannya bagian dua sisi termasuk di tengah yang mengandung duri termasuk memotong bagian ujungnya dengan pisau). Setelah itu baru di-weluk (digulung-gulung menggunakan keempat jari tangan), lalu di-kuis (dihaluskan bagian dua sisinya dengan menggunakan sebilah batang bambu yang sudah dikeringkan yang dibuat berbentuk semacam mistar dengan ukuran 20 cm atau kerap disebut kuis. Fungsi batang bambu tersebut untuk menggesek bagian masing-masing sisi pada helai daun pandan).
Sesudah itu, lalu di-carit (dipilah-pilah per sesi dengan menggunakan jarum atau peneti), baru kemudian di-kuis lagi. Jika sudah halus, maka re'a tersebut direbus ke dalam air panas hingga matang. Pasca direbus, re'a tersebut lalu direndam selama satu malam di air dingin, yang biasanya di kali atau di tong tong yang besar dengan tidak boleh satu bagian pun yang terlihat melewati permukaan air. Kemudian, dijemur hingga kering lalu di-weluk lagi kemudian di-kuis hingga halus baru dianyam. Biasanya, saat kuis ini para ibu-ibu menggunkan kuku tangan dan batang bambu kuis sebagai penghalus.
Jika ingin rojok (menganyam) tikar biasa, lazimnya tikar untuk menjemur jagung, vanila, coklat, kopi atau padi termasuk gaplek, maka tidak ada proses memasak ulang ke dalam air panas bercampur dengan zat pewarna sesuai dengan selera warna.
Nah, kalau untuk menjadi loce renda (tikar dengan motif berwarna-warni) harus diproses lagi, yaitu dengan direbus lagi ke dalam air panas lalu dicampur dengan zat pewarna. Setelah dimasak dengan zat pewarna tertentu baru lagi-lagi dijemur. Usai dijemur, re'a dango (pandan kering) itu kemudian di-weluk lagi. Setelah di-weluk kemudian di-kuis lagi. Proses kuis (penghalusan) kali ini menggunakan kuku tangan untuk mengatur re'a dango yang melengkung ke dalam agar diluruskan lalu diluruskan atau dihaluskan dengan kuis. Kemudian, rojok (dianyam). Setelah dianyam bagian sisi-sisinya dijahit dengan kain benang berwarna merah.
Kegunaan lain dari daun pandan tersebut adalah untuk membuat keranjang yang dianyam bersama woli (woli adalah kulit bambu sejenis bambu gurung yang masih muda). Woli sebelum dimanfaatkan juga melalui proses lekeng (perendaman di dalam air dingin agar lembek).
Re'a bagian tengah yang kasar itulah yang dianyam untuk keranjang (lide, penggek atau roka, roto). Re'a bagian yang kasar tersebut sebagai bahan bagian dalam sebagai pembentuk roka. Setelah re'a bagian kasar itu terbentuk barulah dimasukkan woli woli agar roka itu kuat. Proses pembuatan re'a bagian yang itu sama melalui weluk dan kuis. Sedangkan, pembuatan woli juga diiris dengan pisau dan dihaluskan dengan pisau. Kulit luar dari bambu muda dari jenis gurung itulah bahan dasar pembentuk woli anyaman.
Komentar
Posting Komentar